Senin, 08 Juni 2015

Teleporter 1



“Kemana dia!?” kata Elis dalam hati, dengan segera ia mengambil senapannya dan dengan acak berputar-putar mencari Feara yang lenyap dari tempatnya tergeletak tadi. Tiba-tiba sesuatu menghantam bagian perut Elis. Elis pun terpental dan meringkuk sebentar, kesakitan.
“Kau, apa yang terjadi? Seharusnya kau sudah tak bisa berdiri lagi,” kata Elis sambil mencengkram senapannya sambil perlahan bangkit. Feara hanya tersenyum tipis lalu kembali mencabut pedangnya dari sarung pedang tersebut. Sabetannya mengenai Elis jika saja Elis tidak menghindar terlebih dahulu. Kembali pada ancang-ancang Elis menembakkan senapannya tepat pada tempat dimana Feara berdiri sebelumnya. Tapi Elis hanya menembak angin.
“Memang benar tembakkan senapan itu sangat cepat...” Feara yang entah sejak kapan sudah berada di belakang Elis mengangkat pedangnya tinggi-tinggi bersiap untuk serangan mematikannya. Elis pun sesegera mungkin berputar.
“Tapi gerak reflek manusia jauh lebih cepat!” berbarengan kata-kata itu diucapkan dengan ayunan pedang Feara.
*tang*
Suara aduan senapan Elis dengan pedang Feara terdengar memekakan di seluruh penjuru arena. Senyuman kecil muncul di mulut Elis, bersamaan dengan itu moncong senapannya sudah mengarah pada Feara. Untuk sejenak Feara terbengong terpana oleh Elis yang ternyata jika dilihat dari dekat... imut.
“Memang benar reflek manusia itu lebih cepat,” kata Elis tersenyum makin lebar.
“Eh?” mata Feara langsung melotot begitu sadar senapan Elis sudah mengarah padanya.
“Tapi jika sedekat ini, manusia mana pun tak mungkin bisa menghindar!” kata Elis sambil menarik pelatuk senapannya. Akibat tembakkan barusan debu mengepul di sekelilingnya dan tembakkannya mengakibatkan suara keras yang memekakan telinga.
“Hampir saja, apa kau berniat membunuhku?” kata Feara dengan nada agak tinggi.
“Ap...?” lidah Elis tercekat begitu sadar pedang Feara sudah mendarat tepat di tenggorokkannya. Feara tersenyum penuh kemenangan.
“Sampai disini saja, nona muda,” kata Feara tak kunjung menurunkan pedangnya.
“Ya tentunya sampai disini saja,” kata Elis yang senapannya telah sempurna mengarah pada Feara lagi. Kedua orang tersebut berpikir keras tanpa mengalihkan pendangannya. Antara menyerang atau menghindar. Tentunya pilihan pertama akan sangat berat apalagi lawan di hadapannya sangat gesit, apalagi pilihan kedua, seberapa cepat pun bergerak, mereka tidak akan dapat lolos dengan posisi seperti ini. Karena itulah pilihan pertama yang paling masuk akal.
Keringat dingin bercucuran di wajah Feara, poninya pun sampai berantakan tak karuan. Giginya telah bergemeletuk sejak pertarungan ini di mulai. Memang perbedaan jurusan ini sangat merugikan baginya.
“Lihat dirimu, apa kau ketakutan hingga hampir mengompol?” kata Elis berusaha menurunkan konsentrasi Feara.
“Lihat dirimu sendiri, bahkan keringatmu jauh lebih deras dari padaku,” kata Feara melakukan hal yang sama.
“Berisik! Hah, semakin lemah anjingnya, semakin kencang gong-gongannya!” kata Elis lagi, terpancing.
“Apa katamu!? Siapa yang kau sebut anjing dasar ***************************,” kata Feara ikut terpancing.
“Ap... kau! Cukup aku sangat marah,” kata Elis sambil mengokang senapannya. Bagi Feara, ia terlihat seperti anak kecil yang permennya direbut. Tanpa sadar Feara tersenyum-senyum. Merasa dibodohi, Elis melangkah mundur untuk memberikan dirinya jarak agar pedang Feara tidak menggapainya. Bersamaan Elis menembak, Feara pun menebaskan pedangnya keduanya terpental kebelakang. Bukan karena serangan dari lawannya, lebih karena lompatannya sendiri.
Disatu sisi Feara terluka cukup dalam di bagian pinggangnya, disisi lain pedang Feara berhasil menggores sepanjang perut Elis yang bajunya menjadi compang-camping. Perlahan darah keluar dari luka keduanya. Keduanya pun segera berdiri melupakan rasa sakit dari luka yang baru saja ia terima dan langsung melompat menyerang satu sama lain. Saat itu tiba-tiba debu berterbangan di antara keduanya.
“Cukup!!!” sebuah suara yang berasal dari dalam debu tersebut menggema ke seluruh arena.

Sabtu, 16 Mei 2015

Snipe! 4



Sementara itu Tax7 yang tadi tiba-tiba menghilang kini terlihat sedang duduk manis di sebelah Diploma dari guild Dessert yang menghadiri acara krusial sekali dalam setahun itu. Terlihat mereka sedang mengobrol dengan akrabnya, meski hanya diploma tersebut yang berbicara sedang Tax7 diam entah mendengarkan atau tidak.
Kembali pada pertarungan, Feara sudah mulai kewalahan dengan serangan dari Elis. Berkali-kali Feara terpaksa melompat ke belakang dan menambah jarak antara ia dan Elis. Padahal kelemahan dari gunsliger adalah ketika berada dalam pertarungan jarak dekat.
“Ayo berpikir, Feara kau pasti bisa...” kata Feara kepada dirinya sendiri. Serangan Elis pun semakin menggila tak berniat memberikan celah kepada Feara untuk melakukan serangan. Feara pun terpojok, tak ada lagi ruang untuk melompat ke belakang, saat ini punggungnya benar-benar menyentuh tembok arena tersebut. Bayang-bayang tembok menutupi seluruh tubuhnya yang sangat terlambat untuk bergerak ke samping.
“Kena kau!” kata Elis sambil mengeker senapannya ke arah Feara. Feara yang mengambil ancang-ancang untuk melompat ke belakang tidak sempat menghindar dan begitu pelatuk ditarik ia hanya bisa pasrah.
* dor *
Suara tembakkan memekakan telinga, perlahan tubuh Feara merosot turun sambil bersandar pada dinding. Elis tersenyum puas sambil menurunkan senapannya. Sorak penonton bersahut-sahutan atas kemenangan yang sudah diprediksi tersebut.
“Itulah sebabnya aku malas bertarung dengan yang lemah...” kata Elis menatap rendah tempat dimana seharusnya Feara terletak.

Selasa, 12 Mei 2015

Rembulan dan Bintang 1



Bulan terlihat indah bersama dengan bintang-bintangnya. Gelapnya malam membuat cahayanya semakin jelas diantara remang-remang lampu jalan. Sesekali lewat sebuah siluet yang melesat dan hinggap di salah satu pohon yang telah ranum buahnya. Nyanyian dan melodi malampun terdengar seru. Saling balas membalas, ribut namun entah kenapa terdengar indah. Di sebuah kastil yang tinggi terlihat jendela yang terbuka dan tersembul sebuah kepala darinya. Tatapan mata hijau emeraldnya begitu sendu dan memancarkan cahaya kesepian. Rambutnya yang hitam kontras dengan wajah cantiknya yang seputih susu. Bibirnya bersenandung di bawah sinar bulan.
Dikejauhan hanya terlihat bukit dan bukit kehijauan dibalik dinding tebal. Angin sesekali bertiup menerbangkan kain hordeng yang seakan melambai membawa cerita dari dunia luar. Cahaya matahari malu-malu menampakan diri dari balik dinding raksasa. Saat itulah kehidupan  di dalam dinding dimulai.
“Selamat pagi!” seru seorang gadis yang berlarian menuruni tangga dengan membawa keranjang belanjaan kepada siapa saja yang berada di depan matanya.
“Selamat pagi, tuan putri Sayaka. Semangat sekali seperti biasa.” Kata para orang tua yang bertemu dengannya sepanjang perjalanan. Di dalam benteng ini, siapa yang tidak kenal putri Sayaka, anak dari penguasa dinding ini. Ia sangat baik dan penuh semangat, senyumannya dapat menghilangkan kesedihan, keceriannya menyebar diantara penduduk yang terlihat begitu menyedihkan.
Langkah-langkah kecil namun cepat menuruni tangga dan terus melaju menuju pasar. Sudah menjadi rahasia umum jika setiap pagi putri Sayaka secara diam-diam kabur dari dalam kastil dan menuju ke pasar untuk membeli apa yang ia inginkan. Peraturan di dalam kastil yang ketat membuat putri Sayaka tidak bebas dan merasa terkekang. Jadilah ia berpergian keluar kastil dimana dengan kokohnya singgasana ayahnya berada.
Dalam perjalanan menuju pasar, putri Sayaka sesekali berhenti untuk memberi beberapa potong roti yang ia bawa dari dalam kastil kepada pengemis di sepanjang jalan menuju pasar. Dengan senyuman ia member sepotong roti kepada seorang pengemis tua.
“Terima kasih putri Sayaka, juga maaf setiap hari membuatmu memberi roti kepada kami.” Kata salah seorang pengemis tua.
“Tidak apa, lagi pula aku sendiri yang ingin member, bukan berarti kalian memaksaku.” Kata putri Sayaka sembali merapikan tas belanjaannya. Pemandangan pasar yang bias dibilang mengerikan dengan pengemis dan para budak yang berada di situ. Tak jarang pula terjadi pertengkaran di pasar. Namun putri Sayaka sudah terbiasa dengan hal itu. Putri Sayaka melangkah masuk ke dalam sebuah bar.
“Putri Sayaka, ini bukan tempat untuk seorang putri,” kata salah seorang pelanggan.
“Iya, terima kasih atas tegurannya,” dengan senyum cerah putri Sayaka menjawab.
“Jika paduka tahu akan hal ini bukankan menjadi gawat?”
“Aku bahkan tidak mau membayangkan tentang itu,” kata putri Sayaka dengan senyum setengah tertawa dan setengah murung.
“Hey, apa yang baru saja kau katakan? Cepat tarik kembali ucapanmu!” tiba-tiba suara keras terdengar berbarengan dengan gebrakan meja. Dalam sekejab tempat terjadinya keributan tersebut telah dikelilingi oleh orang-orang yang penasaran. Karena tertarik, putri Sayaka pun ikut berdesak-desakan demi melihat apa yang terjadi.

Senin, 11 Mei 2015

Snipe! 3



“Sebentar lagi duel penentu kelulusan akan dimulai, para peserta dipersilakan memasuki lapangan,” kata moderator mempersilakan kedua peserta pertarungan tersebut memasuki lapangan pertarungan. Dari balik jeruji yang perlahan diangkat terlihat Feara yang sudah siap dengan perlengkapannya, begitu juga dengan sisi berlawanan terlihat Elis yang mengenakan perlengkapannya.
Beberapa saat sebelum pertarungan...
“Hei kau tidak bersiap-siap?” tanya Feara kepada Tax7 yang malah tidur-tiduran di ruang persiapan.  Seperti biasa tanpa berkata-kata Tax7 menunjukan wajah bingungnya.
“Biar kuperjelas sesuatu Tax, sebenarnya aku... bukan orang yang bisa menebak pikiran orang. Jadi... BERHENTI BERSIKAP SEPERTI ITU DAN JAWAB PERTANYAANKU!” teriak Feara yang sepertinya kehabisan kesabaran. Nampaknya teriakan tadi hanya angin lewat bagi Tax7, ia malah berjalan ke jendela dan menatap keluar.
“Ah sudahlah, aku ke kamar mandi sebentar.” Begitulah Feara meninggalkan Tax7 di dalam ruang persiapan. Sekembalinya Feara dari kamar mandi, ia menemukan Tax7 yang sudah tidak ada di dalam ruang persiapan tersebut. Satu-satunya yang masuk akal hanyalah Tax7 pergi keluar melalui jendela atau menghilang dengan teleportnya.
“TAX!” teriak Feara. Ketika itu ia tersadar ada sesuatu diatas meja. Sebuah perlengkapan bertarung. Karena penasaran ia pun melihatnya dan mencobanya. Tampaknya baju tersebut sangat pas di tubuhnya.
“Keren! Ini pasti armor untuk ke dungeon. Siapapun yang meninggalkannya di sini terima kasih...” kata Feara. Tiba-tiba sebuah kertas terjatuh dari baju tersebut.
“Apa ini?” kata Feara sambil memungutnya. Sebuah catatan, mungkin dari Tax7.
“Aku sudah tingkat tiga jadi tidak dapat ikut serta dalam duel ini, jadi kau gantikan aku,” begitu isi surat pendek yang ditinggalkan oleh Tax7 beserta dengan perlengkapan tingkat tinggi tersebut.
“Apa-apaan ini?” kata Feara sambil tersenyum dengan menyeramkan.
“Jadi, kenapa malah kau yang menjadi lawanku!?” kata Elis dengan nada yang tinggi setelah kedua pintu benar-benar terbuka.
“Itu juga menjadi pertanyaanku,” kata Feara. Dalam hati pun ia menggerutu “si Tax sialan itu, awas saja nanti kalau pulang akan aku hajar habis-hasbisan.”
“Hah... biarlah, baik kau atau si berengsek itu tak masalah. Aku akan membuat kalian menjadi debu,” kata Elis sambil mengokang snipernya. Elis mengambil jurusan gunsliger yang memungkinkannya menggunakan pistol dan senjata sejenisnya. Feara pun ikut menarik pedangnya dari sarungnya. Memang melawan gunsliger akan sangat sulit jika berada di ruangan terbuka dan lagi jurusan warrior yang diambil oleh Feara sangat tidak diuntungkan dengan jarak serangnya yang sangat pendek.
“Sebelum bertanding, agar lebih seru, mari buat taruhan,” kata Elis.
“Boleh juga, yah setidaknya aku tidak harus bertarung karena tantangan si Tax itu,” kata Feara.
“Baiklah, bagaimana jika yang kalah harus menuruti satu permohonan yang menang?”
“Tidak buruk, aku terima.”
“Oke kalau begitu.” Elis mulai menodongkan senjatanya pada Feara. Feara yang merasakan bahaya langsung saja menunduk. Dengan cepat sebuah peluru melesat di tempat Feara sebelumnya. Lewat scopenya Elis membidik Feara dan menghujaninya dengan peluru. Dengan susah payah Feara pun menghindari peluru-peluru tersebut. Untung senjata yang digunakan oleh Elis bukan merupakan senjata yang dapat menembak beruntun, kalau tidak mungkin saat ini Feara sudah tak dapat berdiri lagi.

Sabtu, 02 Mei 2015

Snipe! 2



Ujian kenaikan tingkat normalnya diadakan satu tahun sekali serempak tingkat kota di satu sekolah, begitu pula dengan yang tahun ini. Kebanyakan peserta berumur 15-16 tahun seperti halnya Feara. Tahun ini ujian kebetulan dilaksanakan di sekolah Feara yang memang paling dekat dengan base camp guild broken sword. Menurut isu yang beredar, tahun ini ujian kenaikan dihadiri oleh tamu kehormatan dari guild pusat, guild Dessert.
Terdengar riuh suara dari dalam tempat ujian kenaikan tingkat. Entah apa yang sedang terjadi di dalam sana. Di lain sisi terlihat Feara yang sedang berlairan menuju tempat ujian tersebut bersama dengan Tax7.
“Kalau seperti ini kau bisa terlambat,” kata Tax7 yang di seret oleh Feara dengan tatapan datar.
“Kau pikir ini salah siapa?” kata Feara semakin meningkatkan kecepatannya. “Gawat, sepertinya ujian sudah dimulai,” katanya lagi lebih untuk dirinya sendiri.
Beberapa menit yang lalu, terlihat Feara dan Tax7 sedang berjalan bersama menuju tempat ujian kenaikan tingkat. Seperti biasa Feara melewati pasar untuk menuju ke sekolah yang untuk sementara berubah menjadi tempat ujian kenaikan tingkat dan memang rute itulah yang paing dekat dari base camp guild broken sword. Tanpa disadari Feara tengah berada dalam kerumunan orang dalam keadaan sendirian. Begitu sadar ia langsung menyibak kerumunan orang dan berulang kali memanggil nama Tax7.
Tepat sesaat sebelum Feara menyerah dan bergegas pergi ke tempat ujian, ia menemukan Tax7 yang sedang menatap sebuah toko. “Inikah yang orang-orang bilang deja vu?” kata Feara dalam hati. Setelah beberapa kali menarik Tax7 untuk pergi akhirnya Feara dengan terpaksa memutuskan untuk membelikan beberapa makanan untuk Tax7. Langsung saja ia menyambar makanan tersebut lalu pergi ke arah tempat ujian.
Kembali di depan tempat ujian kenaikan tingkat terlihat jalanan yang sepi karena hampir semua orang sudah masuk ke dalam. Di jalanan tersebut lah Feara dan Tax7 berlarian mengejar waktu ujian kenaikan tingkat. Begitu sampai, Feara langsung terduduk lemas demi melihat gerbang yang sudah ditutup tanda ujian kenaikan tingkat sudah dimulai.
“Berakhir sudah...” kata Feara lebih untuk kepada dirinya. Ketika Feara sedang duduk lemas, Tax7 tiba-tiba memegang pundaknya lalu menteleport dirinya bersama dengan Feara ke dalam. Untuk sejenak Feara berpikir “benar juga ya, orang disampingku kan teleporter”.
“Oi, jika kau dapat melakukan sesuatu seperti ini, kenapa tidak melakukannya sejak tadi?” kata Feara dengan nada tinggi. Yang diceramahi hanya diam sambil langsung melangkah untuk menemui panitia.
“Maaf pak, namaku Feara peserta ujian dari guild broken sword,” kata Feara kepada salah satu panitia tersebut.
“Kalau tidak salah seluruh peserta ujian telah diberi tahu untuk datang 5 menit sebelum ujian dimulai, atau memang saya yang keliru tentang hal itu?” kata panitia tersebut membuat Feara yang tadi dari matanya sempat bersinar cahaya harapan kini kembali pudar. Sejenak ia menengok kepada Tax7, Tax7 hanya diam tak berniat membantu beradu kata dan memang sejak awal ia tak banyak menggerakan bibirnya. Feara pun menghela nafas. Walau ini salah Tax7, sudah terlalu terlambat untuk menyalahkannya.
Tiba-tiba gerbang terbuka lebar, getarnya membuat tanah berguncang. Dari celah gerbang tersebut terlihat sebuah tandu yang tak main mewahnya. Nyaris seluruh bagiannya terdapat emas. Mungkin ini adalah tamu istimewa yang dibicarakan orang-orang. Tandu tersebut pun berhenti di depan panitia yang baru saja dihampiri oleh Feara. Demi melihat tandu super mewah tersebut Feara sampai tak berkedip dibuatnya.
“Jadi ini tempat ujian tahun ini, yah tidak terlalu buruk.” Seseorang keluar dari tandu tersebut dan berjalan ke arah panitia panitia. Orang-orang yang tadinya riuh pun sekarang terdiam seribu bahasa.
“Elis, guild dessert, apa aku perlu untuk memperkenalkan diriku?” dengan sombongnya ia melemparkan kertas undangannya ke arah panitia yang risih membetulkan posisinya.
“Si... silakan masuk nona Elis!” kata panitia yang berada di depan pintu. Sikap mereka berbalik 180 derajat dibanding sikap mereka terhadap Feara sebelumnya.
“Tunggu-tunggu!” teriak Feara kepada panitia.
“Kau masih disini? Padahal sudah kubilang bahwa kau sudah terlambat,” kata panitia tersebut.
“Lalu kenapa dia kau perbolehkan masuk?” balas Feara tidak mau kalah.
“Jaga mulutmu, dia adalah tamu kehormatan dari guild pusat!” seru panitia yang terpancing itu.
“Tapi ia juga murid tingkat pertama sama seperti aku dan yang lainnya,” balas Feara lagi.
“Ada apa ribut-ribut?” tiba-tiba yang dibicarakan datang menghampiri.
“Hanya seorang pecundang yang terlambat datang dan memaksa masuk,” kata salah seorang panitia. Elis pun mendekat pada Feara dan menatapnya dari dekat, masih dengan gayanya yang sok-sokan. Bila dilihat dari dekat, Elis terlihat lebih muda dari pada Feara, tingginya pun hanya seleher dari Feara. Mukanya sedikit bundar dengan kulit putih serta mata hitamnya membuat semua mata tertuju kepadanya. Tak berlebihan jika dibilang ia sangat manis. Muka Feara pun memerah karena tiba-tiba didekati seperti itu.
“Kau benar ia hanya pecundang. Kau, kau dalam guild apa?” tanya Elis pada Feara.
“Bro... broken sword,” kata Feara tergagap.
“Bro... apalah nama guildmu itu, sungguh menyedihkan, terlambat di saat ujian penting seperti ini,” ledek Elis.
“Kau sendiri, bukannya kau juga terlambat?” balas Feara tidak mau kalah.
“A... berisik! Hah, kupuji kebernanianmu menentangku, tapi khusus kali ini aku mengampunimu atas ucapanmu yang baru saja kau lontarkan,” kata Elis sambil membusungkan dadanya yang rata.
“Maaf, kami tidak perlu pengampunan dirimu,” kata Tax7 tiba-tiba sambil merampas undangan dari tangan Feara dan langsung melemparkannya ke meja panitia.
“A... apa yang kau pikir kau bisa menang melawanku?” kata Elis menatap tajam kali ini untuk Tax7.
“Tunggu dulu Tax, apa kau sudah gila? Bagaimana jika mereka malah membuang undangan tersebut?” buru-buru Feara mencegah Tax7 menaruh kertas undangan tersebut. Seperti biasa Tax7 hanya diam dan menarik lengan Feara.
“Berani-beraninya kalian mengabaikanku, balik badan kalian!” Kata Elis sambil menodongkan senapan laras panjang yang dilengkapi dengan alat pembidiknya ke arah Tax7. Tanpa menggubrisnya, Tax7 terus berjalan sambil menarik lengan Feara.
“Aku bilang, balik badan kalian!” seru Elis sambil menarik pelatuk senapannya. Suara khas sniper pun terdengar meggema di dalam arena ujian tersebut. Dengan cepat Tax7 menghilang dari bidikan Elis dan berganti menyerangnnya.
“Jika kau memaksa, aku akan meladenimu,” kata Tax7.
“Terima kasih untuk pengertiannya, jadi aku tidak perlu berpanjang lebar lagi. Aku menantang kalian untuk berduel!” seru Elis sambil menodongkan senjatanya. Mata hitam kelamnya dipadu dengan rambut panjangnya yang dikuncir dua bukannya membuatnya terlihat menyeramkan dan malah terlihat sangat manis